Pemerintah diharapkan turut berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat, terutama perokok dewasa, beralih ke tembakau alternatif guna menurunkan prevalensi merokok. Poin tersebut menjadi salah satu pembahasan sejumlah para praktisi kesehatan global dalam kongres Collegium International Neuro Psychopharmacologicum (CINP) 2024, yang berfokus pada kemajuan penelitian terkini di Jepang belum lama ini. Dalam forum tersebut, Pakar Nikotin dan Kesehatan Publik Swedia, Dr. Karl Fagerström, menambahkan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (US FDA) telah melaporkan bukti ilmiah yang tersedia, termasuk studi epidemiologi jangka panjang pada pengguna produk tembakau alternatif.
Laporan tersebut menunjukkan dibandingkan dengan terus merokok, beralih ke produk tembakau alternatif memiliki risiko yang lebih rendah terhadap kanker mulut, penyakit jantung, kanker paru paru, stroke, emfisema, dan bronkitis. “Swedia memiliki tingkat kematian jauh lebih rendah akibat kanker paru paru, kanker lain, dan penyakit kardiovaskular yang biasanya dikaitkan dengan penggunaan rokok, dibandingkan dengan negara negara anggota Uni Eropa lainnya,” ujarnya. Dengan temuan tersebut, Pemerintah Swedia sangat mendukung penggunaan produk tembakau alternatif. Berkat pemanfaatan produk tembakau alternatif, prevalensi merokok di Swedia saat ini hanya 5,6 persen.
36 Wanita Pekerja Hiburan Malam di Toboali Sukarela Tes HIV dan Edukasi Manfaat Alat Kontrasepsi Bangkapos.com Persib Bandung Siap Turunkan Dua Pemain Baru di Laga Krusial Lawan Borneo FC Pos kupang.com Orang Catar Akpol Asal Polda Babel Masih Mengikuti Tes Tingkat Pusat, Berikut Nama namanya Bangkapos.com
“Prevalensi merokok dapat dikurangi dengan produk tembakau alternatif. Jadi produk tembakau alternatif tidak seharusnya diatur lebih ketat dari rokok," ungkap Karl. Sementara praktisi kesehatan Yogyakarta, dr. Jeffrey Ariesta Putra, menyampaikan pemerintah dapat menerapkan komunikasi persuasif dan edukasi positif sekaligus memberikan solusi bagi perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaan merokok. Salah satunya dengan mengkomunikasikan dan mengedukasi pemanfaatan produk tembakau alternatif karena telah terbukti secara ilmiah memiliki profil risiko yang lebih rendah dibandingkan terus merokok.
Pasalnya, produk tembakau alternatif menghasilkan zat toksik atau zat berbahaya yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok. “Adanya inovasi lebih rendah risiko dalam industri tembakau juga perlu dipertimbangkan pemerintah jika benar benar ingin menekan angka prevalensi merokok,” kata dr. Jeffrey yang turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut seperti dikutip, Rabu (19/6/2024). Saat ini, ia meneruskan, masih banyak misinformasi atau hoax di publik yang menyebutkan produk tembakau alternatif sama berbahaya dengan rokok yang dibakar.
“Padahal untuk mendiagnosis penyakit harus dilihat dari kombinasi gaya hidup dan level stres seseorang, namun yang disalahkan selalu tembakau," ujarnya. Artikel ini merupakan bagian dari KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.